Skip to content

Lockdown di Kampung Saya

March 31, 2020

Sejak terjadinya wabah virus corona, saya dan warga komplek perumahan tempat saya tinggal lebih sering berada di rumah. Kami mematuhi anjuran pemerintah untuk tinggal di rumah dan untuk menjaga jarak atau social distancing . Sebenarnya saya kurang suka dengan istilah social distancing. Bukankah menjaga jarak itu kurang sosial? Bukankah “Sosial” itu seharusnya tidak berjarak? Untunglah istilah ini kemudian diganti menjadi physical distancing.

Untuk mencegah makin banyaknya penularan virus Covid 19, kantor kami menerapkan Work From Home . Bagi saya, Work From Home adalah suatu kegiatan yang membuat hemat biaya tranportasi tetapi sungguh sangat menguras kuota internet.

Kantor saya memang tidak 100% menerapkan Work From Home. Ada jadwal untuk sebagian dari kami untuk bekerja di kantor. Saya sebenarnya sudah mulai bosan Work From Home, dan untuk saya Work From Home tidak se-efektif bekerja di kantor. Karena itu, suatu hari saya ingin bekerja di kantor. Tetapi kemudian, saya mendapat informasi bahwa setiap orang yang akan masuk ke kantor harus masuk dahulu ke dalam sebuah kotak yang diberi nama Bilik Disinfektan dan disemprot dengan cairan disinfectant. Setelah mendengar hal itu, saya tidak jadi ke kantor. Jangankan disemprot disinfectant, memakai lotion penangkal nyamuk seperti Autan pun saya tidak mau.

Kami melakukan physical distancing dan tidak pergi dari rumah, bukan hanya karena patuh pada pemerintah. Kami melakukannya karena tidak ingin tertular virus Covid 19. Kami tidak ingin menjadi ODP apalagi PDP. Melakukan physical distancing dan Work From Home saja sudah cukup menyulitkan, apalagi tertular virus corona, lalu menjadi ODP dan PDP.

ODP dan PDP kami artikan sendiri menjadi ODP=Orang Dalam Pengucilan dan PDP=Pasien Dalam Penderitaan. Siapapun yang diduga tertular virus Covid 19 (walaupun belum positif ) pasti akan dikucilkan. Bahkan keluarga, saudara dan orang orang tercinta tak berani mendekat. Sedangkan pasien yang sakit corona pasti sangat menderita. Wabah corona telah membuat para dokter dan perawat nya menderita, apalagi pasien nya.

Siang ini saya melihat sesuatu yang tidak biasa. Selembar kertas dengan tanda tangan dan stempel Ketua RT komplek sebelah ditempel di pintu (bukan portal) jalan yang sehari harinya jadi jalan pintas saya dan warga komplek tempat saya tinggal. Kertas tersebut berisi pemberitahuan bahwa pintu tersebut ditutup untuk mencegah penyebaran virus corona/Covid 19.

Lokasi Komplek perumahan kami memang dikelilingi beberapa komplek perumahan lain. Kami harus melewati akses jalan milik komplek perumahan lain setiap berangkat dan pulang. Pintu yang ditempeli kertas pengumuman itu adalah akses terdekat kami untuk mencapai jalan raya. Pintu itu sekarang digembok, alias di Lockdown oleh komplek tetangga.

Meskipun kami jarang pergi, bukan berarti akses terdekat ke jalan raya itu tidak kami perlukan. Kami sekarang semakin sering memesan makanan melalui aplikasi ojek online. Pengemudi ojek online yang mengambil order pesanan kami sering memakai akses jalan yang sekarang di Lockdown itu. Untunglah masih ada tiga akses lagi yang menghubungkan komplek kami dengan jalan raya, tetapi lebih jauh. Yang kami khawatirkan, komplek komplek tetangga kami yang lain ikut ikutan melakukan Lockdown sepihak maka kami tidak akan bisa pergi kemana mana, dan menjadi WDP,….Warga Dalam Pengucilan.

Leave a comment